Oleh: Pdt. Theofilus Agus Rohadi.
Kelompok kerja HASTANI yang merupakan inisiasi dari program Multiplikasi Stube-HEMAT di Lampung yang terbentuk pada bulan Agustus 2023, terus bergerak di musim kekeringan yang melanda seluruh daerah di Indonesia termasuk Lampung. Kekeringan yang sudah berjalan kurang lebih 4-5 bulan ini cukup dirasakan oleh masyarakat kecil di Lampung Timur. Apalagi kondisi sekarang ini keadaan semakin sulit terutama masalah ekonomi masyarakat kelas bawah, hasil pertanian seperti padi dan produk lain dengan harga yang baik, rupanya tidak cukup menjawab kebutuhan sehari-hari mereka. Kenapa demikian? Karena pada kenyataannya mereka harus menghadapi biaya kebutuhan sehari-hari yang juga merangkak naik, hasil pertanian bagus, tetapi biaya hidup mahal maka sama kondisinya tidak ada yang berubah. Di bulan Oktober 2023 petani masih mengalami masa sulit karena tidak bisa bertanam baik di sawah maupun di ladang, karena tidak ada air dan hujan.
Di desa Tanjungharapan, kecamatan Marga Tiga, Kabupaten Lampung Timur, ada sekelompok ibu-ibu dan bapak-bapak yang beraktifitas mengolah hasil pertanian mereka, salah satunya dengan membuat “Tiwul“ dari tepung mocaf (modified cassava flour). Tiwul dari mocaf ini tidak jauh beda cara membuat dari tiwul pada umumnya yang dibuat oleh ibu-ibu rumah tangga. Namun demikian ada perbedaan cara memperlakukan bahan singkong yang akan dijadikan tiwul. Komunitas HASTANI yang masih awal ini, sedang dalam proses pengembangan diri untuk mengolah hasil-hasil pertanian mereka menjadi sebuah produk lanjutan, misalnya bahan singkong diolah menjadi tepung yang disebut tepung mocaf, dan kemudian diolah lanjut menjadi tiwul. Tiwul buatan mereka kalau dilihat secara kasat mata begitu saja, memang sangat berbeda: bersih, warna alaminya lebih cerah, dan tidak berbau. Tiwul yang biasa kita temukan biasanya agak suram warnanya, ada bau singkong yang direndam dan kurang bersih karena ada serabut dalam singkong yang ikut terolah.
Dalam dua minggu kelompok
HASTANI baru bisa mengolah kurang lebih
1 kwintal kilogram singkong makan. Satu kwintal singkong akan menjadi kurang
lebih 70 kilogram tepung mocaf. Jika selanjutnya tepung ini dibuat tiwul maka
akan menjadi tiwul dengan berat kurang lebih 60-65 kilogram dengan pengolahan
yang sederhana tapi bisa menghasilkan olahan yang berkualitas. Bahkan jika kita
membaca literasi tiwul mocaf yang merupakan hasil fermentasi singkong ini
sangat baik dikonsumsi para pengidap sakit diabetes, karena rendahnya
kandungan gulanya. Semangat kaum ibu dan bapak serta anak mudanya yang mau
belajar dan tergabung dalam komunitas
HASTANI ini memang belum begitu luas dan produknya belum terpublikasikan dengan
baik. Namun demikian semangat mereka mengolah hasil pertanian mereka sendiri perlu
diapresiasi. Selain mampu memberikan alternatif sumber pangan dan bahan untuk
membuat olahan makanan, kelompok ini mampu menaikan nilai atau harga dari hasil
pertanian mereka. Walaupun tidak secara langung dikomersilkan, mereka sudah
dapat merasakan hasil kerja keras mereka dengan menjual hasil kreasi tiwul
mereka kepada teman, warga gereja dan pihak lain yang memerlukan tiwul untuk
sekedar di konsumsi dan dijual kembali.
Sekarang ini di Lampung Timur, harga tiwul sudah mampu menyamakan dirinya dengan harga beras yang berada di kisaran Rp.11.000–Rp.13.000, bahkan ada salah satu ibu yang mampu meraup keuntungan lebih dengan menjadikan tiwul sebagai bahan makanan ringan atau camilan berupa tiwul gurih dengan taburan parutan kelapa, dan keripik tiwul. Tiwul bukan lagi makanan masyarakat kelas bawah, tiwul juga berada di supermarket swalayan dan dinikmati oleh kalangan menengah ke atas. Tiwul semakin banyak kreasinya, bisa dinikmati dan ditemukan di mana saja. ***
Komentar
Posting Komentar