Kreativitas Menaikan Harga

Oleh Pdt. Theofilus Agus Rohadi S,Th.          

Siapa yang tidak kenal dengan singkong atau umbi kayu? Dalam bahasa latin singkong disebut manihot esculenta. Rata-rata hasil singkong per-hektar per-tahun kurang lebih 30 ton. Menurut data pemerintah Lampung lahan singkong baik yang dikelola oleh petani dan perseroan terbatas (PT) ada kurang lebih 366.830 hektar, dan separuhnya adalah milik petani. Dengan masa tanam yang cukup panjang antara 6-8 bulan untuk mendapatkan singkong yang terbaik, membuat petani harus bekerja keras saat singkong mereka belum panen. Fenomena petani yang kemudian bekerja serabutan dan merantau ke daerah lain untuk mempertahankan hidup, sering terjadi di daerah perkampungan di Lampung.

Panen singkong menjadi harapan besar bagi petani, namun tidak semua petani bisa menikmati hasil pertanian mereka seutuhnya, karena pada umumnya petani sudah menghabiskan hasil panen sebelum panen dengan melakukan pinjaman modal bertani, maupun untuk kebutuhan sehari-hari. Terkadang hasil singkong hanya cukup untuk membayar hutang-hutang saja, seandainya ada sisa akan dipakai sebagai modal tanam batang singkong kembali. Jadi pada kenyataannya, banyak petani singkong yang kurang berhasil apabila semua pengolahannya membutuhkan dana atau modal. Ditambah lagi dengan harga yang sangat tidak stabil ketika dijual kepada para pengelola pabrik singkong maupun para tengkulak.

Melihat kondisi ini, Program Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung bekerjasama dengan Komisi Wanita Jemaat GKSBS Batanghari mengadakan kegiatan pengelolaan hasil pertanian agar memiliki nilai ekonomis yang lebih baik, khususnya hasil pertanian singkong (27/08/2023). Didampingi oleh Utik Suarsih, S.PKP, dari Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Timur, dan Astrid Sianipar S.P, tenaga penyuluh pertanian kecamatan Sekampung, Kabupaten Lampung Timur, peserta diberi wawasan potensi mengolah hasil pertanian agar memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan singkong yang tidak diolah. Narasumber menyampaikan perlunya kreativitas agar kemudian bahan-bahan pertanian yang dimiliki punya nilai harga yang lebih baik. Dalam kesempatan ini kedua narasumber yang sering mendampingi para petani, memberikan edukasi dan pelatihan mengolah singkong menjadi tepung Mocaf (MOdified CAssava Flour). Tepung ini berbahan singkong dan memiliki keunggulan dibandingkang dengan tepung-tepung yang lain misalnya; bahannya mudah didapatkan, mudah mengolahnya, dan lebih sehat karena kadar gulanya sangat sedikit bahkan bisa dikatakan gluten free. Tepung Mocaf dapat digunakan menjadi bahan olahan beraneka ragam kue kering, kue basah, dan dapat dipakai menjadi bahan olahan seperti nasi Tiwul dan beberapa aneka kreasi pangan lainnya.

Peserta belajar membuat tepung mocaf dengan memilih singkong jenis terbaik, selanjutnya singkong dikupas bersih hingga kulit ari yang melapisinya seperti lendir dibuang, kemudian diiris tipis-tipis, lalu direndam air selama 12 jam, dicampur bahan khusus untuk menghasilkan tepung Mocaf yang bersih dan putih. Selanjutnya singkong dijemur hingga kering dengan kadar air kurang lebih 0,3 %, lalu ditumbuk atau digiling hingga menjadi tepung. Sangat sederhana membuatnya dan peserta sudah dapat menikmati tepung Mocaf di rumah untuk membuat berbagai olahan pangan.

Pada tahap menjadi tepung Mocaf saja sudah menaikan harga kurang lebih Rp 20.000 per kilo, apalagi jika sudah menjadi olahan pangan pada tahap selanjutnya, pasti menambahkan nilai atau harga lebih tinggi. Kegiatan yang dilakukan Multiplikasi Stube-HEMAT dan Gereja GKSBS Batanghari ini dimulai dari jam 12.00 sampai dengan 17.00 WIB, memberikan bekal bagi para peserta, khususnya ibu-ibu warga gereja dalam memanfaatkan potensi hasil pertanian. Kreativitas memberi nilai tambah, terutama harga. Selamat berkreasi! ***


Komentar