Mengenal Seluk-Beluk Desa

Oleh: Multiplikator Stube HEMAT Lampung.          

Hampir 70 persen masyarakat Indonesia bertempat tinggal di desa. Dengan persentase sebesar itu, desa memiliki potensi besar menopang kemajuan suatu negara. Sayangnya banyak desa belum mendapatkan perhatian pemerintah untuk dikembangkan sehingga perlu peran masyarakat terutama kaum muda untuk mengembangkan desa. Diskusi “Mengenal Seluk Beluk Desa” menjadi kegiatan penting dilakukan oleh program Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung (Sabtu-Minggu, 25-26/02/2023). “Peserta diskusi diharapkan memiliki pemahamaan yang benar tentang desa, memiliki gambaran pentingnya desa dalam pembangunan bangsa, dan memiliki pengetahuan tentang peran dan fungsi masyarakat,” Pdt. Theofilus menyampaikan harapannya dalam pembukaan kegiatan yang dilaksanakan di desa Catur Swako, Lampung Timur ini.

Dengan moderator Cahyo dari pondok diakonia GKSBS Batanghari, dan narasumber Sukadi, SP., kegiatan ini dikemas dalam bentuk pemaparan dan tanya jawab. Sebagai narasumber, Sukadi memiliki latar belakang pendidikan Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, dan bekerja sebagai pendamping desa di salah satu desa di Lampung Timur. Sebagai pendamping desa, Sukadi bertanggung jawab mengelola potensi desa yang berupa perbukitan yang dijadikan obyek wisata bekerjasama dengan Karang Taruna dan Badah Usaha Milik Desa (BUMDes) setempat. “Desa adalah kesatuan masyarakat hukum dengan penyelenggaraan rumah tangga berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat yang diakui oleh pemerintah pusat dan berkedudukan di dalam wilayah kabupaten. Secara etimologis kata desa berasal dari bahasa sansekerta, yaitu deca yang diartikan sebagai tanah air, kampung halaman, atau tanah kelahiran. Secara geografis, desa atau village diartikan sebagai groups of houses or shops in a country area, smaller than a town,” papar narasumber membuka diskusi. Desa memiliki potensi besar apabila dikelola dengan baik dan dengan memiliki pemahaman yang baik tentang desa akan menolong seseorang menjadi tidak lagi meremehkan desa.

Sukadi mengapresiasi mutliplikasi Stube-HEMAT di Lampung yang membuka forum belajar sehingga anak-anak dari desa punya pengalaman mengenal diri termasuk mengenal desanya. Ia berharap bahwa banyak anak-anak desa yang semakin maju sehingga bisa mengembangkan dan mengelola potensi desanya. Selanjutnya narasumber menjelaskan desa sebagai wilayah adminstratif di bawah kabupaten, kepemimpinan serta jajaran di pemerintahan desa, struktur desa, serta badan-badan pengawas desa.   Semua itu untuk menjadikan desa mandiri, mampu membangun desa, dan mampu melakukan pemberdayaan masyarakat desa, memiliki kemampuan melihat dan mengelola sumber daya yang ada, baik sumber daya alam, maupun sumber daya manusia. Sukadi mendorong peserta diskusi ambil bagian dalam pembangunan desa. Kalau ada akses terbuka dari pihak desa, anak-anak muda bisa mengusulkan kegiatan-kegiatan yang positif untuk dikembangkan di desa.

Kegiatan hari Minggu berupa sarasehan dengan jemaat gereja untuk melihat potensi diri dan wilayah dipimpin oleh Pdt. Theofilus A.R dan Thomas Julianto. Warga jemaat rata-rata adalah petani, sehingga banyak menghasilkan hasil bumi seperti, kopi coklat, jahe, kunir, pisang dan singkong. Dalam sarasehan ini muncul keinginan warga jemaat untuk meningkatkan penghasilan mereka, namun mereka tidak berdaya karena hasil pertanian memiliki harga yang sangat rendah, jauh dibandingkan kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Ada dua hal yang diharapakan warga jemaat di Caturswako yakni mampu mengelola produk supaya bernilai jual tinggi dan menemukan pembeli/pasar yang tepat. Warga jemaat mengeluhkan pasar yang sering tidak memberi penghargaan yang sepadan dengan jerih payah para petani.

Sarasehan ini menemukan potensi dan peluang-peluang bisnis yang bisa mulai dirintis dan perlunya pemberdayaan masyarakat dan warga gereja. Sehingga untuk tindak lanjut, perlunya pelatihan dan pembinaan untuk mengelola hasil pertanian, perlunya jejaring untuk menjembatani petani dan pasar yang tepat. Selain itu, kegiatan ini menstimulasi peserta mempunyai rasa memiliki atas desa tempat mereka tinggal, dan mendorong anak-anak muda untuk tidak rendah diri tetapi tetap optimis bahwa mereka juga bisa berhasil. ***

Komentar