Berani Lapor Jika Terjadi Kekerasan Terhadap Anak

Oleh Marsya Indri Yani.          

Tulisan ini adalah pengalaman saya mengikuti kegiatan Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung tentang Anti Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan di GKSBS Batanghari di wilayah Kutosari (29/10/2022). Saya Marsya Indri Yani dari Lampung Utara dan saat ini tinggal di Pondok Diakonia. Selain Multiplikator Stube HEMAT di Lampung, Pdt Theofilus Agus Rohadi, S.Th. dan pemuda remaja Pondok Diakonia dan warga gereja lainnya, hadir pula Pdt. Bambang Sumbodo (Board Stube HEMAT) dan Ariani Narwastujati, S.Pd., S.S., M.Pd. (Direktur Eksekutif Stube HEMAT).

Materi Advokasi Hukum Terhadap Kekerasan disampaikan oleh Martin Tri Widodo, S.H., dari LBH Rakyat Lampung Timur. Ia memaparkan bahwa anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan, yang di dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia, generasi penerus sebuah bangsa dan negara, termasuk keberlangsungan gereja untuk menebarkan kebaikan dan kabar baik. Jadi, setiap anak berhak mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental dan sosial. Untuk itu perlu upaya perlindungan anak yang maksimal. Pesatnya arus globalisasi dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memunculkan fenomena baru yaitu kekerasan seksual terhadap anak. Kekerasan seksual terhadap anak merupakan kejahatan serius dan kasusnya meningkat signifikan, yang mengancam dan membahayakan jiwa anak, merusak kehidupan pribadi dan tumbuh kembang anak.

Dalam perlindungan terhadap anak ada asas-asas pokok, antara lain (a) non diskriminasi, menghargai perbedaan derajat atau tidak membeda-bedakan dasar agama, ras, etnis, suku bangsa, warna kulit, status sosial, ideologi, dan sebagainya, (b) prioritas pada kepentingan terbaik anak, (c) hak untuk hidup, keberlangsungan hidup dan berkembang, dan (d) penghargaan terhadap anak. Narasumber mengingatkan bahwa tanggung jawab melindungi dan menjamin perlindungan anak dari kekerasan bukan orang tua saja, tetapi juga negara dan masyarakat. Lalu, apa yang dilakukan jika terjadi kekerasan terhadap anak? Kejadian tersebut harus dilaporkan pada pihak berwenang dan yang berhak melaporkan adalah anak atau korban, orang tua anak korban, wali anak korban, masyarakat yang melihat atau mengetahui terjadinya pelanggaran kekerasan terhadap anak. Tetapi kita tidak bisa sembarangan melaporkan kejadian kekerasan, ada beberapa syarat untuk melaporkan pelaku, yaitu setiap orang yang terbukti melakukan kekerasan terhadap anak, setiap orang  yang menyuruh orang lain melakukan kekerasan terhadap anak, setiap orang yang turut serta melakukan kekerasan terhadap anak, dan setiap orang yang membiarkan terjadinya kekerasan terhadap anak.

Berbicara tentang anak yang mengalami kekerasan, ada hak-hak anak yang melekat, yaitu diperlakukan secara manusiawi, dan ditempatkan terpisah dari orang dewasa, mendapatkan bantuan hukum atau didampingi advokat atau penasihat hukum, membela diri, dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang obyektif dan tertutup untuk umum. Narasumber mengingatkan bahwa ada larangan tetapi sering terjadi dan bahkan kita tidak menyadari kita melakukannya, yaitu (a) Perlakuan Diskriminasi, membeda-bedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya atau bahasa, urutan kelahiran anak, status hukum anak, kondisi fisik, dan kondisi mental anak. (b) Perlakuan Eksploitasi, memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga atau golongan. (c) Perlakuan penelantaran, mengabaikan dengan sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat, atau mengurus anak sebagaimana mestinya. (d) Perlakuan yang kejam, melakukan perbuatan keji, bengis, tidak menaruh belas kasihan kepada anak. (e) Perlakuan Kekerasan dan Penganiayaan, melukai atau mencederai anak, baik secara fisik, maupun secara mental dan sosial. (f) Perlakuan Ketidakadilan, berpihak ke anak yang satu dengan anak yang lainnya, atau sewenang-wenang terhadap anak.

Muncul pertanyaan peserta, jika seseorang melihat kekerasan atau mengalami kekerasan tapi saksi dan korban takut untuk melapor karena mendapat ancaman dari pelaku, apa yang harus dilakukan? Narasumber menjawab bahwa kita tidak boleh takut untuk melapor karena dilindungi hukum, dan pelaku akan mendapat hukuman tambahan karena pengancaman, jadi kita tidak perlu takut lagi untuk melapor.

Sesi ini mencerahkan peserta dan memberi bekal untuk menghargai kehidupan anak-anak, tahu bagaimana bertindak jika mengetahui kejadian kekerasan terhadap anak, atau mengalami sendiri perlakuan kekerasan. Mari kita bersama-sama melindungi generasi muda kita sebagai penerus bangsa dan gereja! ***


Komentar