Bagaimana Menjadi Gereja Ramah Anak dan Perempuan?

Oleh Egis Apriyani.          

Anak muda perlu memahami diri sendiri dan orang lain, karena hal ini akan membantu bagaimana bersikap terhadap orang lain khususnya terhadap anak dan perempuan. Terlebih sebagai generasi muda Kristiani, apa yang dilakukan mencerminkan bagaimana gereja berperan dalam pertumbuhan iman dan karakter anak mudanya. Untuk itu Program Multiplikasi Stube HEMAT di Lampung mengajak anak muda untuk meningkatkan pemahaman dalam pelatihan “Gereja yang Ramah Anak dan Perempuan”, bertempat di GKSBS Kutosari, salah satu cabang GKSBS Batanghari (28-30/10/2022).

Pendeta Theresia T. Tahulending dari MPS GKSBS menyampaikan materi tentang kedudukan anak dan perempuan di dalam gereja (Sabtu, 29/10/2022). Narasumber memaparkan bahwa gereja dipanggil dan ditempatkan Tuhan di tengah dunia dalam rangka keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan. Inilah yang disebut dengan tugas panggilan gereja. Gereja memiliki peran penting memberi edukasi pola pengasuhan dalam keluarga, sekaligus menjadi wadah bagi anak dan remaja gereja memanfaatkan waktu luangnya secara positif, inovatif, kreatif, aman dan nyaman. Gereja juga berperan memberikan perlindungan bagi anak, perempuan, dan keluarga dari tindak kekerasan. Dari paparan tersebut, maka bisa dipahami bahwa gereja yang ramah anak dan perempuan adalah perwujudan dari Tritugas Gereja dan setiap anak dan perempuan berhak mendapat perlindungan dari pencabulan, kekerasan, pelecehan seksual, diskriminasi dan sebagainya dan hal ini sejalan dengan program pemerintah tentang perlindungan anak dan perempuan. Demikian pula gereja menjadi gereja yang terbuka terhadap ladang kesaksian dan membangun jejaring.

Narasumber melanjutkan bahwa dalam sejarah perjalanan gereja, posisi perempuan dan anak rentan karena dalam Alkitab dan tradisi gereja memuat ketidakseimbangan peran dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap lebih rendah, kelas dua, lemah, kurang mampu dan mudah dikuasai, sedangkan laki-laki memiliki kedudukan lebih tinggi, pihak yang berkuasa, sehingga laki-laki memiliki kesempatan lebih untuk memegang kekuasaan dan kepemimpinan. Selama berabad-abad tradisi gereja menggunakan konsep-konsep yang diperoleh dari beberapa bagian kitab suci dan menjadi dasar pemahaman tentang posisi perempuan yang berbeda dengan laki-laki. Namun apabila kita kaji ulang, kedudukan dan peranan perempuan dalam Alkitab khususnya di Perjanjian Lama bisa ditemukan dua pemikiran. Kejadian 1 dan 2 menyatakan bahwa Allah menciptakan perempuan dan mereka berhak untuk berperan serta, dan mengenai anak-anak, dinyatakan bahwa anak-anak bukan milik orang tuanya tetapi milik Tuhan, sebagai umat Tuhan, dan selanjutnya anak-anak sepenuhnya manusia dan diciptakan menurut gambar Allah.

Berkaitan dengan bentuk-bentuk apresiasi terhadap anak dan perempuan, Pdt. Theresia menyampaikan, antara lain dengan meningkatkan pendidikan iman bagi anak, ketersediaan fasilitas atau ruangan ibadah bagi anak supaya nyaman, melibatkan anak-anak dan perempuan dalam acara atau ibadah sesuai kapasitasnya dan memastikan jaminan hak yang sama dalam gereja.

Dari pelatihan ini, peserta menemukan pemahaman baru tentang anak dan perempuan, selain berhak mendapatkan perlindungan dari tindak pencabulan, kekerasan seksual, diskriminasi dan sebagainya, anak dan perempuan juga berhak mendapat layanan rohani di gereja. Teruslah maju dan berkiprah anak muda, perempuan dan anak dalam karya dan pelayanan. ***


Komentar